Keuangan | 4 Juli 2022
Oleh : Aditya R
Menjalankan syariat Islam dalam setiap sendi kehidupan menjadi prioritas umat muslim Indonesia, termasuk saat melakukan kegiatan penyediaan barang dan uang. Ketika pembiayaan konvensional dirasa kurang sesuai, pembiayaan syariah hadir sebagai alternatif bagi kalangan muslim. Lantas, apa saja pertanyaan penting seputar pembiayaan syariah yang kerap ditanyakan para nasabah? Simak penjelasan berikut ini!
Baca juga: Reksadana Syariah: Halal atau Haram?
Sumber : unsplash
Pembiayaan syariah adalah praktik penyediaan barang atau uang yang dilakukan dengan penerapan prinsip syariat Islam. Kesepakatan yang terbentuk antara nasabah dan pihak lembaga pembiayaan syariah mencakup tagihan atau jangka waktu pengembalian dengan imbalan bagi hasil. Lembaga pembiayaan syariah juga menerapkan sistem akad syariah dalam menyalurkan pendanaan kepada masyarakat umum. Karena berlandaskan hukum Islam, seluruh jenis pembiayaan wajib merujuk Pernyataan Kesesuaian Syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). DSN menerbitkan fatwa tentang penerapan prinsip syariah dalam hal keuangan yang sejalan dengan ketetapan hukum Islam. Prinsip syariah menekankan bahwa semua transaksi yang dilakukan tidak menerapkan bunga sehingga tidak menimbulkan riba.
Sumber : unsplash
Pertama, perlu kamu tahu bahwa lembaga pembiayaan adalah lembaga keuangan non-bank yang berfokus pada penyediaan barang modal dan dana. Artinya, tidak ada penarikan dana atau menghimpun dana langsung dari masyarakat. Nasabah tidak perlu menyetorkan sejumlah dana ke lembaga pembiayaan. Jadi, tidak ada layanan berupa tabungan, deposito, maupun giro. Sejalan dengan perkembangan bisnis syariah, lembaga pembiayaan syariah pun mulai bermunculan. Laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dirilis tahun 2013 mengenai Perkembangan Keuangan Syariah, mengungkapkan keberadaan dua lembaga pembiayaan yang mengikuti prinsip syariah, yaitu perusahaan modal ventura dan perusahaan pembiayaan syariah. Kedua, kegiatan pembiayaan syariah memakai kerangka hukum dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 31/POJK.05/2014 yang mengatur Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah. Peraturan ini menjelaskan jenis kegiatan usaha yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan syariah, yaitu:
Berupa pembiayaan terkait penyediaan barang yang dilangsungkan lewat transaksi jual beli dan berdasarkan perjanjian pembiayaan syariah sesuai kesepakatan para pihak.
Penyediaan atau pemberian jasa dilakukan menurut perjanjian pembiayaan secara syariah. Misalnya, pinjaman atau dana talangan, pemberian manfaat terhadap barang, pemberian pelayanan dengan atau tidak memakai ujrah (pembayaran imbal jasa).
Melibatkan pembiayaan modal dalam periode waktu tertentu yang ditujukan untuk kegiatan usaha produktif. Pembiayaan ini juga menentukan pembagian keuntungan yang mengacu pada kesepakatan perjanjian pembiayaan syariah dari para pihak.
Sumber : unsplash
Masing-masing pembiayaan syariah di atas memakai akad berbeda dalam menjalankan transaksinya, seperti dijelaskan di bawah ini.
Pembiayaan ini memakai akad salam, istishna’, dan murabahah dalam pelaksanaan transaksinya, atau mirip dengan pembiayaan konsumen (consumer finance).
Jual beli barang lewat pemesanan yang mengikuti syarat-syarat tertentu dan didahului oleh pembayaran harga barang secara penuh.
Jual beli barang yang menekankan harga beli terhadap pembeli, sedangkan pembeli akan membayar harga lebih (margin) yang sesuai kesepakatan para pihak.
Jual beli barang melalui pemesanan pembuatan barang dan pembayaran harga barang dengan mengikuti suatu persyaratan dan kriteria tertentu berdasarkan perjanjian syariah yang disepakati para pihak.
Pembiayaan investasi biasanya memakai akad berikut:
Berupa akad kerja sama usaha antara dua pihak dengan pihak pertama sebagai penyedia semua modal (shahib mal) dan pihak kedua berperan sebagai pengelola (mudharib). Keuntungan usaha akan dibagi antara kedua pihak sesuai kesepakatan bersama.
Pembiayaan menurut akad kerja sama dua pihak (atau lebih) terhadap suatu usaha. Setiap pihak akan menyumbang kontribusi dana sesuai ketentuan, yaitu risiko dan keuntungan akan menjadi tanggungan bersama mengikuti kesepakatan yang telah disetujui.
Merupakan bentuk mudharabah yang membuat pengelola dana (mudharib) menyertakan modal saat melakukan kerja sama. Sama seperti musyarakah, risiko dan keuntungan akan menjadi tanggungan bersama.
Berupa syirkah atau musyarakah yang membuat kepemilikan modal atau aset salah satu syarik atau pihak berkurang karena adanya pembelian porsi kepemilikan (hishshah) oleh pihak lain secara bertahap.
Biasanya pembiayaan jasa akan memakai akad berikut:
Berupa pemindahan manfaat atau hak guna suatu barang dalam periode tertentu dengan ujrah (pembayaran sewa) dan tidak diikuti pemindahan kepemilikan barang tersebut.
Adalah ijarah yang diikuti janji pemindahan kepemilikan atau wa’d begitu masa ijarah usai. Kedua jenis akad ini merupakan versi syariah leasing atau sewa guna usaha.
Pengalihan kuasa dari pemberi kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa (wakil) yang menempatkan penerima kuasa pada posisi tidak menanggung risiko pada apa yang diwakilkan, kecuali jika terjadi wanprestasi atau kecerobohan.
Berupa pengalihan utang dari pihak yang berutang terhadap pihak lain yang kemudian berkewajiban menanggung pembayarannya.
Berupa pinjam meminjam dana alias dana talangan tanpa imbalan. Peminjam wajib mengembalikan pokok pinjaman, baik secara cicilan atau sekaligus.
![perbedaan pembiayaan syariah dan konvensional](https://storage.googleapis.com/flip-prod-mktg-strapi/media-library/perbedaanpembiayaansyariahdankonvensional4f19b804b3/perbedaanpembiayaansyariahdankonvensional4f19b804b3.png)
Sumber : unsplash
Ada 3 faktor yang menjadi pembeda pembiayaan syariah dan konvensional.
Pembiayaan secara syariah tidak menerapkan bunga karena dipandang riba dan memakai akad sesuai syariah, seperti murabahah.
Karena memakai akad, prinsip keterbukaan dan saling menguntungkan jadi penting, terutama saat kamu bertransaksi pembiayaan dana untuk modal usaha (keperluan produktif) dan wisata, pernikahan, atau umrah (keperluan konsumtif).
Dalam prinsip syariah penyedia dana juga menanggung sebagian risiko sesuai kesepakatan dengan konsumen.
Sumber : unsplash
Pertanyaan ini dapat dijawab dengan mendata manfaat pembiayaan secara syariah bagi beberapa pihak.
Pembiayaan ini bisa menjadi kesempatan bagi nasabah untuk: - Mengembangkan usaha dengan pembiayaan yang sesuai hukum Islam.
- Bisa memilih berbagai jenis pembiayaan sesuai kemampuan dan kebutuhan.
- Dapat menikmati pembiayaan mengikuti syariat tanpa mengeluarkan biaya ekstra.
- Jangka waktu pengembalian fleksibel dan mengikuti kemampuan nasabah.
Bagi lembaga pembiayaan syariah, manfaat yang akan diperoleh meliputi:
- Memperoleh hasil timbal balik, seperti margin keuntungan, bagi hasil, dan pendapatan sewa
- Membantu lembaga pembiayaan memasarkan produk lain.
- Menambah keuntungan lembaga pembiayaan.
Negara juga turut diuntungkan dengan meningkatnya pembiayaan syariah, seperti:
- Pertumbuhan sektor riil karena dana tersebut langsung terdistribusikan kepada pihak yang benar-benar menjalani usaha.
- Terjadi peningkatan pendapatan masyarakat yang berimbas pada bertambahnya pemasukan dari sektor pajak.
- Alat pengendali moneter sehingga nilai uang menjadi stabil.
Demikian 5 pertanyaan penting seputar pembiayaan syariah yang kerap diajukan para nasabah. Kamu bisa mempertimbangkan pembiayaan ini sebagai alternatif untuk melebarkan usaha maupun memenuhi pendanaan pribadi tanpa mengesampingkan syariat Islam.
Baca juga: 6 Perbedaan Pinjaman Konvensional dan Pinjaman Syariah
Apakah kamu berencana untuk mengajukan pembiayaan syariah dalam waktu dekat? download aplikasi Flip, untuk kesempatan mengajukan pembiayaan syariah dengan mudah, aman dan Insya Alloh sesuai prinsip syariah . Jangan lupa juga untuk menikmati kemudahan bebas transaksi ke siapa pun langsung dari genggamanmu, cuma di Flip.
Bagikan