Learning | 18 Juni 2023
Oleh : Ruth Tambunan
Deposito dikenal sebagai salah satu produk perbankan paling populer di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari kelebihan deposito yang menawarkan cara aman menyimpan uang, tentunya disertai keuntungan dalam bentuk bunga. Namun, mengingat bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, bagaimana hukum deposito menurut Islam? Untuk menjawabnya, yuk, kita mulai dulu dari pembahasan dasar seputar deposito.
Baca juga: Reksadana vs Deposito, Mana yang Keuntungannya Lebih Besar?
Deposito adalah produk penyimpanan uang yang bisa kamu dapatkan di bank. Namun, sistem penyetorannya dilakukan di awal, sedangkan pencairannya cuma bisa dilakukan pada jangka waktu yang telah dilakukan dan dengan syarat tertentu. Jangka waktu tersebut biasanya berkisar selama 1, 3, 6, 12, hingga 24 bulan.
Jadi, seandainya kamu memutuskan untuk menabung deposito selama 24 bulan, maka kamu baru bisa mencairkan tabungan plus bunganya setelah jangka waktu tersebut. Tapi, gimana kalau kamu masih ingin melanjutkan deposito setelah jangka waktunya berakhir?
Tenang aja karena sekarang mayoritas bank sudah punya sistem perpanjangan otomatis yang disebut Automatic Roll Over (ARO). Berkat adanya sistem ini, uang yang kamu depositokan bakal diperpanjang dengan jangka waktu berikutnya saat sudah jatuh tempo. Hal ini bakal otomatis berlaku terus-menerus sampai kamu memutuskan untuk mencairkan deposito.
Semakin lama kamu menabung di deposito, tentu keuntungan yang kamu dapat dari bunga akan semakin besar. Tiap bank memang memiliki suku bunga deposito masing-masing, tapi biasanya jumlahnya berkisar antara 2% sampai 5%.
Photo credit: tirachardz (Freepik)
Produk deposito yang tersedia di mayoritas bank tanah air adalah deposito konvensional. Mengingat bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, muncullah pertanyaan tentang hukum deposito menurut Islam; apakah halal untuk dilakukan?
Dalam Islam, deposito boleh dilakukan selama pengelolaannya tidak bertentangan dari prinsip syariah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, akhirnya dibentuklah deposito syariah atau deposito di bank syariah. Kalau deposito konvensional menggunakan sistem bunga—yang dianggap riba dalam Islam—maka deposito syariah menerapkan akad mudharabah dengan sistem bagi hasil.
Nah, mengingat adanya sistem bagi hasil, pendapatan dari deposito dengan akad mudharabah pun bersifat tidak tetap karena naik-turun mengikuti tingkat pendapatan bank. Di samping itu, penting juga diketahui bahwa deposito syariah tidak dicatat sebagai utang bank, tetapi sebagai mudharabah muthlaqah atau investasi tidak terikat sehingga hukum deposito di bank syariah pun diperbolehkan.
Berdasarkan penjelasan pada poin di atas, kini kamu tahu bahwa hukum deposito menurut Islam adalah halal selama tidak bertentangan dari prinsip syariah. Namun, bagaimana dengan hukum deposito menurut Nahdlatul Ulama (NU)?
Seperti yang kamu tahu, NU adalah organisasi kemasyrakatan dan keagamaan Islam yang pengikutnya cukup banyak di Indonesia, sehingga pertanyaan seputar hukum deposito menurut NU pun jadi hal yang wajar.
Mengutip KH Ali Mahfudz, Lc, M.Ag, Wakil Katib Syurirah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, hukum deposito menurut NU adalah boleh karena berlakunya akad investasi usaha atau istishna’. Dalam investasi, mudlarib (bank) harus memberikan nisbah (bagian hasil) dari rasio keuntungan kepada shahibul maal (nasabah). Nah, nisbah ini telah ditetapkan sejak awal saat nasabah membuka deposito di bank.
Karena nilai rasio keuntungan sudah disepakati bersama saat tahap pembukaan deposito, maka akad seperti itu pun diperbolehkan.
Di Indonesia, hukum deposito menurut Islam juga diperkuat dengan fatwa dari Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal ini pun sekaligus menjawab pertanyaan seputar hukum deposito menurut MUI, yang mana jawabannya adalah halal.
Bahkan, ketentuan terkait deposito syariah telah tertulis dalam Fatwa DSN-MUI No. 03/DSN-MUI/IV/2000. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa dalam deposito syariah, bank akan menjadi pengelola dana (mudharib) dan nasabah akan menjadi pemilik dana (shahibul maal).
Sebagai mudharib, bank boleh melakukan berbagai jenis usaha selama tidak bertentangan dari prinsip syariah. Kemudian, modal dari nasabah wajib dinyatakan jumlahnya dan harus dalam bentuk tunai (bukan piutang). Sementara itu, bagi hasil keuntungan akan dianggap sebagai nisbah dan dijelaskan pada akad pembukaan deposito.
Untuk menutup biaya operasional deposito, bank boleh menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Dengan kata lain, bank tidak boleh mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan pihak terkait.
Baca juga: Melihat Keuntungan Reksadana Syariah Lebih Dalam
Terjawab sudah kalau hukum deposito menurut Islam adalah halal, bahkan sudah ada pula fatwa DSN-MUI yang mengatur tentang pengelolaan deposito syariah. Jadi, kamu yang beragama Islam pun bisa tenang menabung melalui deposito.
Tapi kalau kamu lagi cari instrumen investasi yang aman dan halal, cobain investasi di Flip, yuk! Mulai dari modal Rp100.000 aja, kamu sudah bisa berinvestasi di Flip dengan keuntungan mencapai 11,5% per tahun. Dana tersebut bakal dialokasikan untuk membantu jutaan perempuan tanah air mengembangkan bisnis mereka. Jadi, kamu pun dapat memberikan dampak sosial yang nyata sambil berinvestasi.
Soal keamanan, kamu juga tak perlu khawatir karena Flip bekerja sama dengan mitra terpercaya yang punya skor kredit A. Yuk, rasakan sendiri keuntungan investasi di Flip dengan download aplikasi di App Store atau Play Store!
Bagikan