Tutorial | 22 Februari 2023
Oleh : Farrel Baihaqi
Riba merupakan salah satu jenis dosa besar dalam tinjauan syariat Islam. Umat Islam yang semakin bersemangat memahami ajaran agamanya pun semakin berhati-hati dengan riba, tak terkecuali dengan riba qardhi. Berikut penjelasannya.
Riba ini merupakan riba yang sering terjadi dalam akad utang-piutang. Hal ini terjadi ketika pemberi utang mensyaratkan agar orang yang berutang membayar utang melebihi nilai yang dipinjamnya. Kelebihan nilai tersebut bisa jadi berupa uang ataupun jasa.
Riba tentu tidak sesuai dengan berbagai referensi Islam yang dapat ditemukan. Dalam syariat Islam, utang-piutang merupakan sebagai aktivitas tolong-menolong yang murni. Orang yang berutang merupakan seseorang yang kesusahan dan memerlukan bantuan dengan segera. Adapun, orang yang memberi utang hanyalah mengharapkan rida Allah dengan cara membantu kesulitan orang lain.
Pemberi utang semestinya siap memberikan keluangan waktu tatkala orang yang berutang tidak sanggup mengembalikannya tepat waktu. Setiap kali memberikan tambahan waktu pembayaran, pemberi utang dijanjikan dengan pahala bersedekah. Dengan demikian, tidaklah diperkenankan seorang pemberi utang mensyaratkan tambahan nilai pengembalian meskipun pengembalian telah terlambat. Tambahan yang ditarik karena mundurnya waktu pengembalian ini tetap digolongkan sebagai riba dalam Islam.
Baca Juga : Raih Keberkahan dengan Penerapan Prinsip Ekonomi Syariah
Meski tampak serupa, riba yang tengah dibahas di atas berbeda dengan riba fadhl. Riba fadhl merupakan riba yang terjadi pada aktivitas pertukaran emas, perak, jelai, gandum, kurma, dan garam. Dalam syariat Islam, pertukaran keenam jenis benda ini haruslah sama besarnya meskipun diambil dari kualitas yang berbeda.
Contoh termudah dari riba fadhl bisa dilihat ketika kamu ingin menukarkan kurma jenis A dengan kurma jenis B. Seharusnya, ketika menukarkan sekilo kurma A, kamu akan mendapatkan sekilo kurma B. Kamu tidak bisa memperoleh lebih banyak kurma B meskipun kualitas kurma A lebih tinggi daripada kurma B. Sebabnya, jika kamu memperoleh lebih banyak kurma B, kelebihan ini tergolong sebagai riba fadhl.
Pertukaran uang pun diibaratkan sebagai pertukaran emas dan perak. Oleh karena itu, tidaklah boleh seseorang menukarkan selembar uang Rp100.0000 dengan sembilan lembar uang Rp10.000. Agar tidak terjadi riba fadhl, pecahan uang Rp10.000 yang diberikan haruslah terdiri dari sepuluh lembar. Dengan demikian, total uang yang diterima tetaplah Rp100.000.
Ketentuan di atas berlaku apabila pertukaran dilakukan di antara barang yang sama. Misalnya, kurma dengan kurma, uang dengan uang, emas dengan emas, atau garam dengan garam. Adapun, apabila benda yang dipertukarkan bukanlah benda yang sama, nilainya boleh berbeda sesuai dengan kesepakatan. Sebagai contoh, tidaklah mengapa jika kamu ingin menukar sekilo kurma jenis A dengan uang Rp25.000 dan menukar sekilo kurma jenis B dengan uang Rp20.000.
Adapun, contoh riba qardhi terjadi ketika seseorang meminjamkan uang Rp100.000 kepadamu. Selanjutnya, orang tersebut mengharuskanmu untuk mengembalikan uangnya kelak dengan tambahan Rp10.000 sehingga kamu harus membayar dengan total Rp110.000. Hal ini tidaklah diperkenankan dan tambahan sebesar Rp10.000 tersebut dinilai sebagai riba dalam Islam.
Dari contoh-contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa poin perbedaan riba fadhl dan qardhi terletak pada jenis dan waktu pertukaran. Riba fadhl telah dibatasi pada enam jenis barang tertentu atau yang diqiyaskan serupa dengan keenam barang tersebut. Untuk keenam jenis barang tersebut, pertukaran juga harus dilakukan secara tunai, baik ketika dipertukarkan dengan jenis benda yang sama maupun berbeda. Apabila benda yang sama tidak dipertukarkan dengan takaran yang sama atau secara tidak tunai, terjadilah transaksi yang mengandung riba fadhl. Sementara itu, setelah melihat contoh riba qardhi, riba muncul apabila barang dipinjam selama beberapa waktu dan disyaratkan untuk dikembalikan dengan tambahan.
Baca Juga : Reksadana Syariah, Investasi yang Halal dan Bikin Untung!
Untuk menghindari berbagai macam riba, termasuk qardhi, setiap orang harus berupaya dengan sungguh-sungguh. Berikut ini di antara langkah yang bisa ditempuh:
Setelah mengetahui tentang ancaman riba qardhi, sudah sepantasnya bagi siapa pun untuk lebih berhati-hati dalam segala tindakan yang dilakukan. Apabila kamu sudah meniatkan diri untuk meninggalkan sesuatu karena mengikuti anjuran syariat, percayalah bahwa amalanmu tidak akan disia-siakan. Bahkan niat berbuat baik itu sendiri, jika dilakukan secara ikhlas, akan tercatat sebagai sebuah kebaikan yang sempurna.
Bagikan