Keuangan Bisnis | 13 Februari 2023
Oleh : Sarah Silvia
Diakui atau tidak, setiap aset pasti mengalami penyusutan setiap tahun, mengingat aset punya nilai ekonomi dan dampak pada stabilitas keuangan bisnis. Inilah sebabnya, kita perlu tahu cara menghitung penyusutan aset. Sebelum membahas tentang depresiasi aset, mari kita ulas dulu jenis dan faktor penyusutan.
Secara umum aset terbagi ke dalam tiga golongan, yaitu:
Dikenal pula dengan istilah current asset, jenis ini bisa dimanfaatkan dalam waktu singkat tidak lebih dari periode satu tahun. Siklus pergantian aset ini cukup cepat sehingga begitu habis, perannya akan digantikan dengan aset lancar lain. Beberapa contoh aset lancar adalah uang tunai, piutang, atau pendapatan yang akan diterima.
Aset lancar tentu jarang mengalami penyusutan. Dalam pelaporan akuntansi, aset ini tidak membutuhkan perhitungan penyusutan untuk mengetahui untung rugi suatu perusahaan.
Istilah ini digunakan untuk menyebut kekayaan yang dimiliki oleh suatu bisnis dan bersifat permanen. Biasanya aset tetap (fixed asset) bisa diukur dan dimanfaatkan dalam waktu yang lama. Tujuan utama adanya aset ini memang untuk digunakan sendiri oleh perusahaan, bukan untuk dijual.
Aset tetap termasuk jenis yang bisa mengalami penyusutan. Pada periode 1 tahun buku atau lebih, aset ini biasanya akan dihitung penyusutannya menggunakan rumus tertentu. Beberapa contoh aset tetap adalah bangunan, tanah, alat kantor, mesin produksi, transportasi, dan masih banyak lagi.
Jenis aset ini sesuai namanya, tidak bisa disentuh atau disimpan. Meskipun begitu, aset tidak berwujud tetap bisa dinikmati manfaatnya. Biasanya aset tidak berwujud berupa hak kepemilikan suatu perusahaan dan dilindungi oleh Undang-Undang. Pada pelaporan akuntansi, tidak ada istilah depresiasi aset pada jenis ini.
Contoh aset tidak berwujud adalah hak paten, hak guna bangunan, hak sewa, hak kontrak franchise, dan sebagainya. Mengingat aset ini jarang mengalami penyusutan, pada pelaporan akuntansi aset tidak berwujud termasuk salah satu yang jarang masuk pelaporan.
Selanjutnya, mari kita bahas tentang beberapa faktor yang menyebabkan menyusutnya suatu aset.
Faktor pertama yang sangat berpengaruh terhadap depresiasi suatu aset adalah acquisition cost atau harga perolehannya. Itulah alasan faktor ini menjadi salah satu dasar perhitungan. Dengan adanya acquisition cost kita bisa menghitung dengan mudah seberapa besar penyusutan yang terjadi dalam satu periode akuntansi.
Dikenal pula dengan istilah nilai residu, salvage value merupakan nilai yang diperkirakan masuk ke arus kas ketika aset ditarik atau dijual. Nilai ini juga perlu dimasukkan ke dalam laporan akuntansi supaya untung rugi perusahaan dapat dilihat secara jelas. Meskipun jadi salah satu faktor penyusutan aktiva tetap, tidak semua aset memiliki nilai sisa.
Penyusutan aset juga dipengaruhi oleh umur ekonomi, umur ini dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu umur fisik dan umur fungsional. Informasi ini diperlukan dalam penghitungan penyusutan aset supaya kita tahu seberapa besar depresiasi yang dialami perusahaan.
Umur fisik aset biasanya berhubungan dengan kondisi fisik suatu aset. Sementara itu, umur fungsional adalah tentang seberapa lama aset tersebut berkontribusi terhadap keberlangsungan perusahaan.
Dalam ilmu akuntansi, depresiasi aset tercatat sebagai pengurangan biaya. Jadi secara sistematis, nilai aset tidak memiliki nilai ekonomi. Sebagai informasi, cara menghitung penyusutan aktiva tetap berdasarkan sejumlah metode, yaitu:
Ciri khas metode ini adalah penggunaan waktu sebagai patokan depresiasi suatu aset. Jadi, makin lama aset digunakan, nilai aset dianggap semakin berkurang meskipun dalam suatu perusahaan aset tersebut masih memiliki fungsi yang signifikan. Dalam metode garis lurus, rumus yang dipakai adalah:
Rumus Biaya Penyusutan: (Biaya Perolehan Alat – Nilai Residu) : (Masa Manfaat Aset)
Contohnya, sebuah aset diperoleh dengan nilai Rp30 juta, dan dalam perhitungan nilai residunya diperkirakan aset ini memiliki nilai sesia sekitar Rp6 juta. Aset ini diketahui telah memberikan kontribusi selama 5 tahun ke perusahaan. Maka, perhitungan penyusutan yang diberlakukan adalah:
(30.000.000 – 6.000.000) : 5 = 4.800.000
Dari perhitungan di atas terlihat bahwa nilai penyusutan aset sekitar Rp4.800.000. Meskipun cukup mudah, metode ini dinilai kurang efektif. Penyebabnya adalah karena laporan aset yang digunakan cenderung sama setiap periode akuntansi.
Metode selanjutnya berfokus pada beban penyusutan yang biasanya terjadi di awal tahun. Rumus yang digunakan pada metode ini untuk menghitung penyusutan aset adalah:
Penyusutan = [(100% : Umur Ekonomis) x 2) x Harga Beli atau Nilai Buku
Contohnya, pada tahun 2022 PT Rafisaldy Jaya membeli sebuah mesin dengan harga Rp200.000.000. Diperkirakan mesin tersebut akan memiliki umur ekonomis sekitar 10 tahun, maka rumus penyusutan pada tahun 2023 adalah:
Penyusutan = [(100% : Umur Ekonomis x 2) x Harga Beli atau Nilai Buku
[(100% : 10) x 2] x Rp200.000.000 = Rp40.000.000
Pada metode ini, penyusutan aset dihitung berdasarkan produktivitas aset. Jadi, rumus di bawah ini tidak terikat pada waktu. Adapun rumus metode aktivitas adalah:
Beban Penyusutan = [(Biaya Perolehan – Nilai Residu) x Perkiraan Masa Manfaat] : Usia Produktif
Misalnya, nilai perolehan suatau aset adalah Rp20.000.000 dengan nilai residu sekitar Rp60.000.000. Aset tersebut telah digunakan selama 5 tahun dan diperkirakan punya nilai produktif sekitar 10 tahun. Maka, perhitungan depresiasi aset tersebut menggunakan rumus ini adalah,
[(200.000.000 – 60.000.000) x 5] : 10 = 70.000.000
Bagaimana, cukup mudah kan? Dari ulasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa perhitungan penyusunan aset merupakan hal yang penting. Dari perhitungan ini, kita bisa melihat seberapa besar depresiasi aset yang dialami dan keuntungan atau kerugian yang dialami perusahaan. Semoga bermanfaat.
Bagikan