Kewirausahaan | 16 Februari 2023
Oleh : Sarah Silvia
Mengajukan kenaikan gaji setelah bekerja di suatu perusahaan selama jangka waktu tertentu adalah hal yang lumrah. Namun, masih banyak karyawan yang segan meminta kenaikan gaji. Padahal, peninjauan upah secara berkala adalah amanat UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020.
Lantas, bagaimana seharusnya kenaikan gaji karyawan diperhitungkan?
Meskipun kenaikan gaji adalah hal yang seharusnya lumrah, sayangnya regulasi mengenai ketenagakerjaan di Indonesia belum mengatur perusahaan untuk menaikkan gaji secara berkala. UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 hanya menyebutkan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan produktivitas dan kemampuan perusahaan.
Artinya, pemerintah hanya sekedar memberi himbauan semata. Hal-hal teknis seperti persentase kenaikan gaji, periode, dan sebagainya diserahkan kepada masing-masing perusahaan.
Terlepas dari peran pemerintah, karyawan kerap kali segan meminta kenaikan gaji karena enggan dianggap tidak loyal kepada perusahaan. Dari sisi pihak perusahaan pun, tidak sedikit kita mendengar keluh kesah pegawai yang permohonan kenaikan gajinya ditolak perusahaan atas berbagai alasan.
Padahal, jika seorang karyawan sudah bekerja selama 3 tahun, misalnya, sudah pasti kemampuan dan kredibilitasnya mengalami peningkatan. Tidak sedikit pula pegawai yang mendapatkan job desc tambahan sebagai dampak dari peningkatan kapabilitasnya. Kedua aspek ini saja sudah cukup untuk menjadi bahan pertimbangan untuk menaikkan gaji karyawan yang bersangkutan.
Jika kita berbicara tentang kenaikan gaji sebagai hak karyawan, maka sudah sepatutnya kita menganggap hal itu sebagai kewajiban perusahaan.
Meskipun nominal atau persentase kenaikan gaji bisa berbeda-beda di tiap perusahaan maupun untuk setiap pegawai, ada beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan.
Dalam ilmu ekonomi, salah satu dampak dari peningkatan laju inflasi adalah kenaikan harga barang kebutuhan pokok. Kenaikan harga yang tidak dibarengi dengan kenaikan pendapatan akan menurunkan daya beli, sehingga pertumbuhan ekonomi bisa terhambat.
Kenaikan upah minimum—baik regional, kota, maupun provinsi—dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk kenaikan gaji karyawan. Dengan melihat persentase kenaikan UMR, Anda bisa menentukan nilai kenaikan gaji sewajarnya.
Tentu, kemampuan finansial perusahaan berpengaruh besar pada kenaikan gaji. Umumnya, kenaikan gaji pegawai hanya terjadi jika arus kas perusahaan memungkinkan. Jika tidak, perusahaan mungkin terpaksa harus melakukan PHK untuk meringankan beban finansial dan memastikan staf yang masih ada tetap mendapatkan upah yang sesuai.
Salah satu pertimbangan utama dari kenaikan gaji karyawan adalah kinerja karyawan itu sendiri. Dalam jangka waktu tertentu, apakah hasil evaluasi pada key performance indicator (KPI) menunjukkan pencapaian tertentu? Apakah karyawan tertentu mendapat beban kerja yang melebihi level gajinya? Dan seterusnya, dan sebagainya.
Seringkali, loyalitas pegawai dapat dilihat dan dinilai dari masa kerja pegawai yang bersangkutan. Selain masa kerja, loyalitas juga dapat dilihat dari apakah kinerja yang bersangkutan melebihi target KPI atau tidak.
Jumlah gaji rata-rata di industri yang sama juga bisa menjadi dasar kenaikan gaji karyawan. Misalnya, rata-rata gaji CS operator di Jabodetabek berkisar angka Rp4 juta – Rp5 juta sebulan. Jika Anda memiliki staf CS operator dengan gaji di bawah angka rata-rata tersebut, segera naikkan gajinya.
Dibandingkan faktor-faktor sebelumnya, faktor inilah yang memastikan pegawai mendapat kenaikan gaji. Kenaikan jenjang karier berarti peningkatan kapabilitas pegawai, yang berarti beban kerja dan tanggung jawab yang diampu pun lebih tinggi.
Besaran kenaikan gaji tidak bisa dipastikan, tidak pula bisa disamaratakan. Setiap industri, setiap perusahaan, dan setiap wilayah memiliki besaran kenaikan gaji yang berbeda. Akan tetapi, bukan berarti persentase kenaikannya tidak bisa diperkirakan atau diproyeksikan.
Salah satu aspek yang biasa dijadikan patokan adalah kenaikan gaji rata-rata di industri yang sama. Sebagai contoh, anggaplah pada tahun 2015, gaji rata-rata untuk posisi middleman ada di kisaran Rp 7 juta per bulan. Lima tahun kemudian, gaji rata-ratanya menjadi Rp 8,5 juta per bulan atau mengalami peningkatan sekitar 21%. Persentase inilah kemudian yang dijadikan patokan untuk kenaikan gaji staf Anda.
Secara umum, tidak ada rumus pasti bagaimana sebuah perusahaan bisa menetapkan persentase kenaikan gaji. Memang benar perusahaan menentukannya dengan berpatokan pada hal-hal yang disebutkan di atas, tetapi penetapan dan penerapannya merupakan hak prerogatif dari setiap perusahaan.
Akan tetapi, untuk memudahkan bahasan, katakanlah perusahaan X menetapkan pada tahun 2023 akan ada kenaikan gaji sebesar 15% untuk seluruh karyawan. Persentase ini disepakati oleh pihak pimpinan setelah mempertimbangkan tren kenaikan upah minimum dan gaji rata-rata dalam jangka waktu 3 tahun. Selain itu, untuk karyawan yang sudah bekerja selama di perusahaan X lebih dari 10 tahun akan mendapat tambahan kenaikan gaji sebesar 5%.
Kita ambil contoh Arya sebagai staf business planning yang bergabung tahun lalu. Saat ini, Arya mendapat gaji sebesar Rp 7 juta per bulan. Dengan adanya kenaikan gaji sebesar 15%, maka gaji yang diterima Arya meningkat menjadi Rp 8,050 juta per bulan.
Pak Darmono adalah salah satu pegawai yang sudah mengabdi di perusahaan X sejak dirintis 15 tahun yang lalu. Saat ini, Pak Darmono menduduki jabatan Wakil Direktur SDM dengan gaji Rp 20 juta per bulan. Pak Darmono menikmati kenaikan gaji sebesar 15% ditambah 5% sebagai bentuk apresiasi atas loyalitas dan kontribusinya pada perusahaan. Artinya, pada 2023, gaji Pak Darmono naik menjadi Rp 24 juta per bulan.
Demikian pembahasan singkat mengenai cara menghitung kenaikan gaji karyawan dalam periode tertentu. Pembahasan pada artikel ini hanya sebuah gambaran awal dari bagaimana Anda sebagai pelaku bisnis memperhitungkan kenaikan gaji yang sudah menjadi hak karyawan perusahaan Anda. Semoga membantu!
Bagikan